Cermin Hati

 

Cermin yang mampu memantulkan wajahmu pun tidak dapat 
memantulkan dirimu yang sebenarnya.

Terkadang bercermin membuat kita sadar jika hidup pun tidak selalu benar, karena semakin tinggi kemajuan teknologi, semakin tinggi kemampuan cermin menampilkan gambar lain. 

Sikap dan tindakan baik yang dilakukan belum tentu terlihat baik dan diterima baik oleh manusia lainnya. Apalagi dimasa ketika kemampuan digital semakin meroket. Media sosial tampil bak cermin yang mewakili hidup seseorang. Gambar-gambar yang ditampilkan silih berganti belum tentu adalah salinan dari cerita atau wujud yang sesungguhnya. Masyarakat mengenalnya dengan Istilah dunia tipu-tipu, walau banyak juga yang menampilkan gambar asli.

Berita yang muncul belum tentu kebenarannya. Kelihaian para kuli tinta meramu kata mampu membelokkan arah permasalahan di kepala seseorang. Keengganan membaca secara utuh sebuah informasi menambah masalah baru. Maka terbentuklah sebuah rumor yang jauh dari realita.

Sikap yang berulang-ulang dilakukan seseorang adalah cermin dimana dia akan menampilkan gambarnya sendiri. Tidak ada orang yang mampu berbohong disepanjang hidupnya. Karena apa yang dilakukan secara terus menerus akan menjadi sebuah karakter yang melekat. Perilaku seseorang adalah cerminan hatinya. Perilaku adalah cermin dimana setiap orang menampilkan dirinya sendiri. 

Dimana kita bisa mendapatkan cermin yang jujur?

BERCERMIN KE DALAM. 
Selama pikiran kita masih berusaha memenjarakan kehidupan dan kenyataan kedalam konsep dan bahasa, diri sendiripun hanya akan menjadi misteri abadi. Kita tidak mengenal siapa diri kita dan apa tujuan kita.

Berikut adalah kutipan menarik dari buku, Dengarkanlah; Reza A.A. Wattimena.
Kita tidak melihat objek secara langsung, melainkan mencerapnya dengan menggunakan ujung mata kita. Kita bisa mencerap keadaan sekitar secara menyeluruh pada waktu yang bersamaan. Ini hanya dapat dilakukan ketika kita tidak lagi berpikir tentang melihat, tetapi membiarkan mata melihat secara alami. Ketika mata melihat secara alami, maka ia melihat dengan lebih tajam, tanpa terganggu oleh pikiran apapun. Demikian halnya dengan indra-indra manusia yang lainnya. Semua bisa bekerja secara alami dan maksimal ketika ia tidak terganggu oleh pikiran-pikiran yang tidak teratur. Ketika pikiran bekerja berlebihan, kita kehilangan spontanitas, sikap alamiah, dan intuisi. Kita pun kehilangan ketenangan batin. Kita terjebak pada segala bentuk dan konsep yang diciptakan pikiran.

So, bagaimana?
Sudah siap melihat dirimu sendiri secara utuh?
Diri sejati hanya ditemukan ketika ada kegigihan untuk mengenalnya lebih dalam. Kebahagian sejati tercipta saat ada kebesaran hati untuk menerima diri sendiri apa adanya, kemudian ada usaha yang kuat untuk merubahnya ke arah yang semakin baik hingga terbebas dari ilusi mata.


EmoticonEmoticon