Percintaan Tanpa Tubuh (Sitha & Rahwana)

Sudah tiga hari sejak pertama kali Sitha lebih memilih untuk bicara tanpa mata yang terbuka, bibir yang diputuskan mengatup, dan telinga yang entah masih mampu mendengar celoteh dunia atau tidak. Satu-satunya yang mampu dia tangkap hanya suara lembut lelaki disampingnya.

"Aku tahu engkau masih ada disana, karena itu mari tetap bicara," bisik Rahwana.


Di bawah rembulan, tubuh Sitha bersinar perak. Dagingnya padat membentuk lekuk-lekuk tubuh seorang dewi. Semesta senyap seketika. Alam pun takjub menikmati kecantikan Sitha yang sedang tergolek lemah di atas bale-bale perahu yang terbuat dari kayu cendana. Angin yang sempat merayapi tubuh Sitha segera merendahkan ombaknya, tidak ada yang kuasa menyaksikan keindahan perempuan itu. Mahluk laut lebih memilih untuk berlindung dalam persembunyian. Tidak ada yang berani memandang kekasih hati seorang raksasa itu.

Rahwana menatap tubuh didepannya dengan seksama. Menyaksikan keindahan yang dipamerkan perempuan itu tidak lantas membuatnya berlaku raksasa. Tidak terlintas di kepalanya untuk mengambil kesempatan emas itu. Mata ketiganya hanya tertuju kepada jantung Sang Dewi. Dia melihat ada gerakan lembut disana. Seiring gerakan perahu yang digoyang hasrat untuk bercumbu.

Laki-laki bertubuh kekar itu mendengus. Asap putih mengepul dari kedua lubang hidung yang berbulu lebat. Bola matanya membesar menahan rindu.  Gerakan tertahan dari sebentuk cinta kepada seorang perempuan yang baru saja diculiknya.

"Tidak ada yang menaruh rasa melebihi aku," bisik Rahwana lembut.

"Dan engkau menyukainya dengan diam-diam," lanjutnya pelan.

Lengang, sepi, hanya senyap yang menemani pertemuan itu. Sebuah perjumpaan yang sudah direncanakan semesta. Harus ada yang menolong Rahwana untuk bicara kepada kekasihnya. Hanya dengan melemahkan kesadaran Sang Dewi percakapan itu bisa terjadi. Dalam keadaan biasa, mereka tidak mempunyai kemampuan untuk bertutur tentang hati masing-masing. 

Rama, sang penguasa akan melindungi Sitha dengan pasukan berlapis. Sedangkan Rahwana ditawan amarah jika harus bersitatap dengan lelaki yang telah merebut kekasih hatinya dimasa lalu.

"Mengapa selalu ada yang merasa lebih tahu siapa yang aku inginkan? Merasa lebih mampu memberikan semua yang aku butuhkan. Belum sekalipun mereka bertanya langsung tentang hal itu kepadaku. Semua merasa benar dengan pikiran masing-masing. Merasa paling tahu yang terbaik untuk hidupku, tanpa mau mendengar apa yang sesungguhnya aku inginkan." Bibir Sitha tetap terkatup. Rahwana tersenyum mendengar keluh hati kekasihnya. Ingin sekali segera membawa Sitha terbang kesebuah tempat yang tidak terjamah. Hanya ada mereka berdua disana. 

"Bukankah aku telah bersemayan dihatimu? Jika perjumpaan kasat mata hanya menimbulkan peperangan. Mari bercakap dalam tidurmu." Bisikan lembut itu diterbangkan angin ke dalam lubang telinga Sitha. Seorang perempuan yang sedang kasmaran tetapi memilih untuk menidurkan semua anggota tubuhnya. Toh, dalam pikiran, memadu hasrat terasa lebih menggairahkan.

Perahu kehidupan itu mulai bergoyang. Terombang ambing ditengah lautan luas. Mereka pun bercinta dalam hening. Ruang yang tak tersentuh logika. Tanpa gerakan ataupun suara yang tertangkap telinga. Sebuah pergumulan di atas awan, yang hanya disaksikan oleh Sang Hyang Candra. Desahan demi desahan yang semakin terdengar parau. Ada jiwa yang sedang kebingungan mencari tubuhnya kembali. Setelah perjumpaan yang lama mereka nantikan.


(Sebuah cerita fiksi yang saya persembahkan untuk seorang wanita hebat yang sedang berjuang dalam tidurnya. Jalan cerita yang hanya ada dalam imajinasi penulis dan bukan kejadian sebenarnya. )









EmoticonEmoticon