Luka Hati

Ada hati yang pernah kau tinggalkan disini. 
Ketika tergoda langit luas menjadi alasan untuk lupa mengemas.
Disaat kau kembali, aku terlanjur saling dekap dengan luka.


"Aku tidak betah dengan anak itu, Shan. Baunya luar biasa. Aku mual kalau dekat dengannya. Apa kau tidak menyuruhnya sikat gigi dan mandi yang bersih?" kata Erwin dengan ketus. Tanpa menoleh dia bergegas pergi meninggalkan Shanti, istrinya.

Shanti menarik napas panjang. Belum juga sehari penuh Wulan ada di rumah mereka. Tidak cukup sekali Erwin menyenggolnya dengan kata-kata yang menyudutkan keberadaan Wulan di rumah itu. 

Shanti menghampiri Wulan yang terpekur sendirian di pojok rumah. Anak perempuan berusia lima tahun itu nampak kusut masai. Wajahnya penuh ketakutan. Rambutnya yang ikal hampir gimbal karena jarang disisir, bajunya kucel., dan bau badannya menebar kemana-mana. Sambil menutup setengah hidung mungilnya, dia menuntun Wulan ke kamar mandi. Ahhh... suamiku tidak salah. Wulan memang sangat bau. 

Shanti merawat Wulan dengan segulung perjuangan yang tidak berujung. Sepuluh tahun tidak berhasil hamil membuatnya jengah. Dia butuh seseorang yang dapat dijadikan tumpuan. Luapan cinta yang minta segera dituang kepada seseorang. Wulan menjadi tempat yang baik untuk meneteskan kasih sayang yang terlanjur lama gelisah.

Sudah tiga tahun sejak Wulan menjadi anak angkatnya. Lambat laun Shanti pun terbiasa dengan kesibukan baru itu. Ketika waktu membesarkan Wulan sedang meminta banyak perhatian, karir Erwin semakin melambung. Tuntutan pekerjaan membuat Erwin sering pergi keluar kota dan meninggalkan mereka berdua. 

Pagi itu Shanti mendapati Wulan menangis di samping meja makan. Terduduk lemas sambil memegang pantat mangkuk pencampur adonan pancake. Dia menyentuh pundak gadis kecil itu. Dengan tangan yang lain Shanti mengusap air mata yang menetes ke lantai.

"Tidak apa-apa, sayang! Kita akan memulainya lagi. Mungkin adonan berikutnya akan menjadi pancake terbaik yang pernah kita buat selama ini." Shanti menenangkan hati Wulan yang dibakar kecewa.
Dipeluknya tubuh Shanti dengan kuat. Mendekap Shanti membuat Wulan menikmati kasih seorang ibu. Disana ada kerinduan yang sangat besar. Mengamati Shanti selama tiga tahun terakhir membuat Wulan memahami alasan mengapa dia mulai mencintainya.

"Ayo, Wulan. Kita lihat papa dulu yuk, nanti keburu telat berangkat ke kantor!" ajak Shanti sambil menarik tangan Wulan menuju garase mobil. Wulan mengangguk tanda setuju. Wajahnya ceria mengikuti langkah Shanti dari belakang.

"Ma, aku sudah tidak bisa melayani perempuan itu lagi," kata Erwin sambil menutup pintu mobil yang akan membawanya ke kantor.
"Perempuan? Mama tidak tahu kalau papa sudah melayani perempuan lain."
Tangannya menangkap kaca jendela yang belum sepenuhnya tertutup. Erwin mendongakkan kepala lewat jendela. 
"Dia mulai memeras kita. Menukar Wulan dengan uang yang tidak pernah cukup. Aku capek, Ma...."  Wajah Erwin berubah sayu.

Deg, Shanti merasa jantungnya amblas ke bumi.

"Papa tidak pernah cerita apapun." Shanti mengernyitkan dahi. Sungguh dia tidak menyadari jika selama ini Erwin berusaha mempertahankan Wulan. Erwin terkesan sibuk dengan pekerjaan dan sangat jarang menanyakan perkembangan gadis belia itu. Sekalinya bertemu Erwin lebih banyak melontarkan keluhan daripada melambungkan pujian untuk anak itu.

"Kalau kamu ingin bertemu Ibu kandungmu, tengoklah langit di atas kepala. Kasih sayang Ibumu akan melindungi anaknya setiap saat." Wulan tidak pernah melupakan ucapan Erwin ketika suatu malam sang Ibu menitipkannya kepada Shanti disebuah jalanan sempit kota. Saat ketika keputusan untuk adopsi sudah disepakati.

Wulan mendengar semua pembicaraan itu. Dia memberi isyarat dengan tangannya. Dia tidak menginginkan ibu kandungnya. Bayangan tangan kasar menampar wajahnya muncul lagi. Hentak teriakan itu kembali bergema. Wulan berlari menjauh. Erwin yang sudah siap menancapkan gas memilih keluar dari dalam mobil. Dengan sigap dia berlari mengejar. Shanti berteriak-teriak meminta pertolongan para tetangga. Wulan terlanjur mengambil separuh hidupnya. 

Semua usaha yang mereka lakukan tidak memberi hasil. Wulan terlanjur menghilang dibalik kerumunan orang di pinggir jalan. Kali ini mereka benar-benar kehilangan gadis itu.

Dengan bantuan polisi pada hari kedua semenjak dia menghilang, Wulan ditemukan di bawah jembatan. Erwin hanya memeluk erat istrinya yang menangis sesenggukan memandang tubuh Wulan yang tak lagi bernyawa. Gadis bisu itu terlalu banyak menyimpan luka.















 

 





EmoticonEmoticon